Kisah balik sebelum tegaknya Tugu Rato Nago Besanding di Kabupaten Tulangbawang Barat


Sebagai seorang warga yang berdomisili di tiyuh panaragan jaya yakni tulung naga (rawa naga) atau lebih tenarnya rawa kebo (rowo kebo), saya tertarik untuk menulis kisah balik sebelum tegaknya tugu rato nago besanding sebagai cikal bakal salah satu ikon wisata di kabupaten tulang bawang barat propinsi lampung.

Sebelum tugu rato nago besanding berdiri kokoh, dahulu tempat ini oleh masyarakat sekitar sering disebut simpang hasan karena disekitar simpang tersebut terdapat warga pribumi yang sudah sangat lama menetap bernama hasan. Namun ada pula yang menyebut simpang kagungan karena tepat berada di pertigaan jalan menuju kampung kagungan ratu kecamatan tulang bawang udik. Namun berdasarkan letak geografis tugu ratu nagou besanding berada di wilayah kelurahan panaragan jaya kecamatan tulang bawang tengah kabupaten tulang bawang barat.


Berdasarkan informasi yang ane peroleh dari seorang tokoh warga setempat, bercerita bahwa pada saat acara gawi adat megou pak di kabupaten tulang bawang barat melihat ada miniatur sepasang naga yang di pajang pada saat acara gawi adat. Beliaupun sempat bertemu pejabat pemerintah dan berbincang mengenai hal miniatur sepasang naga tersebut. Bahwa sepasang naga tersebut sangat cocok dan pas apabila dibangun di persimpangan hasan atau simpang kagungan ratu. Alasannya simpang tersebut berada di wilayah yang dikenal oleh masyarakat bernama tulung naga yang juga dikenal dengan nama yang lebih tenar yakni rawa kebo. Beliau hanya menyarankan saja kepada pejabat pemerintah yang merespon akan memikirkan usulan bangunan sepasang naga di simpang hasan kagungan ratu. Ternyata pemerintah luar biasa dengan pemikiran yang matang mampu menciptakan sebuah ikon cikal bakal yang mengubah wajah kabupaten tulang bawang barat menjadi kota wisata yang nemen, nedes, nerimo yaitu persembahan sebuah tugu bernama tugu rato nago besanding.
Tokoh adat bersama miniatur Nago Besanding

Kenapa dinamakan tulung nago?
Sebelum tenar dengan nama rawa kebo, wilayah ini dikenal dengan nama tulung naga, disebut tulung karena tempat ini merupakan sebuah kubangan air rawa (tulung dalam bahasa lampung bermakna rawa). Rawa tersebut jika dilihat berbentuk kubangan besar dan panjang, mungkin dari bentuknya rawa tersebut dinamakan oleh orang pribumi dahulu dengan nama tulung nagou. Hingga tulisan ini terbit, rawa terebut masih ada tapi aliran rawa terebut berubah yang tadinya berupa persawahan yang indah kini menjadi perkebunan karet masyarakat. Selain itu, ada pula cerita yang ane peroleh dari orang-orang tua sejak ane masih SD (anggap aje dongen), dahulu kala ada sepasang naga besar yang berkuasa dan tinggal di wilayah ini. Singkat cerita sepasang naga tersebut menjadi gaib dan meninggalkan bekas berupa kubangan yang besar dan alur jalan yang kini menjadi sebuah rawa. Bahkan ada cerita seorang warga yang pernah bertemu se-ekor naga yaitu bermula ketika salah seorang warga hendak mengambil air sumur galian warga disekitar aliran rawa pada malam hari, tanpa sadar tiba-tiba warga tersebut dihadapkan dengan mulut se-ekor naga yang terbuka besar seolah-olah akan menyantapnya. Namun karena kaget dan ketakutan warga tersebut pingsan di tempat dan ditemukan oleh seorang warga lainnya yang juga akan mengambil air di sumur tersebut. Ini hanya sekedar cerita dari masyarakat sekitar, benar tidaknya silahkan observasi sendiri ke masyarakat sekitar.



Kenapa dinamakan rawa kebo?
Dari cerita yang diperoleh saya beranalisa bahwa nama rawa kebo populer setelah kedatangan transmigrasi dari pulau jawa, baik suku jawa maupun suku sunda. Sebab, dahulu belum tenar dengan nama rawa kebo tetapi dengan nama tulung nagou. Tenarnya nama rawa kebo oleh suku pendatang karena di tempat ini adalah sebuah rawa yang di penuhi oleh ratusan kerbau milik suku pribumi penguasa wilayah bernama Haji Bulhasan sejak tahun 1960-an. Ratusan kerbau tersebut bebas berkeliaran dan berkubang di rawa tulung nago karena dahulu rawa tulung nago dikelilingi oleh hutan lebat yang dikuasai keturunan Haji Bulhasan dengan ratusan kerbaunya.


Demikian kisah balik sebelum tegaknya tugu ratu nago besanding yang ane harapkan dapat menjadi wawasan dan sejarah yang tidak akan dilupakan bahwa adanya tugu ini tidak terlepas dari kisah nama tulung nagou dan rawa kebo serta cerdasnya pemerintah dalam mengelola tata kota kabupaten tulang bawang barat. Kedepan ane harap rawa kebo dapat pula di sulap menjadi taman wisata pemancingan (khusus untuk mancing mania) yang disertai permainan-permainan untuk rekreasi keluarga.